Minggu, 14 Juni 2009

Ponpes :

Sejarah Ringkas

Pondok Pesantren Sa’adatuddaren



Adalah KH. Abdul Majid setelah gugurnya Sulthan Thaha Saipuddin merasa bahwa keberadaannya didaerah Jambi mulai terancam oleh Belanda. Atas saran beberapa pihak, beliau hijrah ke negeri Makkah Al Mukarromah, dikota suci ini beliau mengajar murid-muridnya yang berasal dari pelbagai suku bangsa dan dari negerinya asalnyapun banyak murid-murid yang menuntut ilmu darinya. Kelak murid-murid beliau inilah yang mendirikan beberapa madrasah dan pondok pesantren dikawasan kota seberang, diantaranya ialah KH.Ahmad Syukur yang mendirikan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren. Sedangkan KH. Abdul Majid sendiri sekembalinya dari Makkah mendirikan madrasah Nurul Iman dikelurahan Ulu Gedong yang sekarang ini.

Seperti yang diceritakan tadi KH. Abdul Majid sukses menghasilkan tokoh-tokoh keagamaan di Makkah, salah seorang anak didiknya yaitu KH. Ahmad Syukur setelah cukup lama menimba ilmu, akhirnya kembali kenegara asalnya Indonesia, tepatnya didaerah kota seberang yang pada masa itu lebih dikenal dengan nama Iskandariah Tahtul Yaman. Ikatan Persaudaraan yang terjalin dari Makkah tidaklah putus setelah mereka kembali kedaerah masing-masing, bahkan tetap terjaga dan terpelihara. Untuk menjaga kelestarian Ikatan tersebut mereka membentuk secara Forum Persaudaraan yang diberi nama dengan Tsamaratul Ihsan yang bergerak dibidang sosial keagamaan dan dakwah.

Forum inilah yang merupakan cikal bakal timbulnya ide untuk mendirikan Lembaga Pendidikan Keagamaan didaerah mereka masing-masing. Barangkali timbul suatu pertanyaan kenapa mereka tidak mendirikan satu Lembaga Pendidikan saja? Sehingga seperti yang kita dapati dewasa ini ada beberapa pondok pesantren yang berdiri dibeberapa kawasan.

Barangkali yang bisa dikemukakan disini ialah perbedaan jarak yang cukup jauh antara satu kampung dengan kampung yang lainnya, maka pada tahun 1915 M/1333 H atas izin Allah SWT didirikanlah Lembaga Pendidikan Islam yang diberi nama “ Sa’adatuddaren” oleh KH. Ahmad Syukur. Pemberian nama ini memiliki nilai filosofis tersendiri, sebab secara bahasa artinya ialah “ Kebahagiaan Dua Negeri”. Penamaan ini menimbulkan kesan bahwa lembaga pendidikan ini tidaklah selalu berorientasi pada kehidupan di negeri akhirat saja, tetapi kehidupan dunia tetap mendapatkan porsi perhatian yang cukup dikalangan penduduk kampung Iskandariah. Beliau (KH. Ahmad Syukur) lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Gemuk, karena sebutan Kiyai tidaklah begitu populer dikalangan masyarakat Jambi pada waktu itu.

Beliau sendiri hanya sempat memimpin lebih kurang enam tahun. Pada tahun 1921 beliau wafat dalam usia terbilang muda yaitu 47 tahun. Tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh muridnya KH. Abdurrahman yang menjabat selama lebih kurang satu tahun dan dilanjutkan oleh murid Guru Gemuk yang lain yaitu KH. Abu Bakar Saipuddin pada tahun 1923 M hingga masa penjajahan Jepang.

Kemudian kepemimpinan Lembaga Pendidikan ini dijabat secara berurutan oleh KH. Abdullah Syargawi (Guru Sidol), KH. Tengku M. Zuhdy (Guru Jubah Hitam), KH. Abdul ‘Aziz (Guru Jantan), KH. Ahmad Zaini H. Abd. Qodir ( Guru Zaini). Setelah pulang KH. M. Jeddawi Abu Bakar dari Makkah Al Mukarromah, kepemimpinan langsung dipegang oleh KH. M. Jeddawi dan setelah beliau wafat yaitu pada tahun 1989, kepemimpinan lembaga ini dipegang kembali oleh KH. Ahmad Zaini dan hanya berlangsung selama delapan bulan dikarenakan kesehatan dan usia beliau sudah lanjut, maka kepemimpinan lembaga ini dipegang oleh Ki. Abdul Qodir Mahyuddin mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2003 dan dilanjutkan oleh KH. Helmi Abdul Majid sampai saat ini.

Organisasi yang ada di Pondok Pesantren Sa’adatuddaren :

Sebagaimana lazimnya suatu Lembaga Pendidikan agar dapat berjalan normal dan terjaga kontinuitasnya tentu saja memerlukan suatu sistem yang terpola dan terpadu. Di Pondok Pesantren Sa’adatuddaren pada mulanya tidak terdapat lembaga-lembaga khusus yang membantu dan mengawasi kinerja-kinerja Pimpinan Pondok dan Staf-stafnya. Hingga pada suatu waktu timbullah ide pembentukan Yayasan Sa’adatuddaren dengan yayasan ini keberadaan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren semakin diakui.

Adapun tingkat dan jenjang Struktur Pondok Pesantren Sa’adatuddaren yaitu :

  1. Mudir pondok/Pimpinan
  2. Wakil mudi
  3. Dewan guru
  4. TMI
  5. Rois Mu’allimin
  6. Administrasi
  7. Mudir pelaksana tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah
  8. Pengasuh santri
  9. Majelis asatizah
  10. OPPS
  11. Santri/Santriwati


Ciri khas dan keunggulan pondok pesantren Sa’adatuddaren :


Banyak upaya yang dilakukan oleh bagian pengasuh dan pengajaran Pondok pesantren Sa’adatuddaren dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dengan memadukan sistem klasik dengan sistem modern dengan tetap menstabilkan identitas klasik yaitu kurikulum yang ditetapkan sendiri oleh pondok sejak awal berdiri. Dengan memperdalam kajian kitab kuning diharapkan santri yang telah menamatkan pendidikan disini sudah mampu dan mandiri untuk langsung terjun ketengah-tengah masyarakat didaerahnya masing-masing, karena sistem yang diterapkan yaitu untuk mencetak tenaga mu’allim/ pengajar dan pendidik dibidang Diniyyah. Materi-materi pelajaran mencakup :

Ø Ilmu Lughoh ‘Arabiah :

Ilmu tata bahasa arab (Ilmu Nahwu)

Kitab-kitab yang digunakan dalam disiplin ini adalah : Matan A-Jurumiyah, Mukhtasar Jiddan, Kawakibuddurriyah, Qhotrotunnada Wa Ballusshoda, Al Fiyah, Ibnu ‘Aqil.

Ø Ilmu Tafsir :

Kitab-kitab yang digunakan antara lain adalah : Al Jalaein,

Ø Ilmu Balaghoh :

Meliputi kitab-kitab : Qowaidul Lughoh,

Ø Ilmu Diniyyah ialah : Ilmu Fikih, Ushul Fikih, Ushul Hadist, Tafsir. Tauhid dan Tasawwuf.

Ø Ghoiruddiniyyah meliputi : Mantiq, Tarekh, Ilmu ‘Arudh, Falaq, Bahasa inggris, dan persiapan jenazah.

Demikianlah sejarah ringkas Pondok Pesantren Sa’adatuddaren Tahtul Yaman Kota Jambi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar