Minggu, 14 Juni 2009

Interpretasi Ayat-ayat Jihad Menurut Ali Imron dan Kawan-Kawan


Pendahuluan

Penilaian terhadap wajah Indonesia berubah. Bagaimana tidak, warga Indonesia yang dikenal santun, sopan, ramah, dan segala sebutan indah lainnya ternyata terbukti secara keji melakukan tindakan apa yang dicibirkan orang kebanyakan sebagai terorisme, dan mereka yakini sebagai “jihad fi sabilillah”.

Tak kurang bom Bali, J.W. Marriot, Kedubes Fillipina, dan lain-lain menjadi sasaran kebiadaban mereka. Banyak korban berjatuhan karena tindakan mereka ini, tak sedikit anak yang kehilangan bapak atau ibunya, keluarga yang kehilangan sanaknya, bahkan negara yang kehilangan orang terbaiknya.

Seperti diungkap oleh seorang pakar sejarah, Azyumardi Azra, setidaknya dari kenyataan ini dapat ditarik tiga kesimpulan penting,[1] namun tetap saja hal ini menimbulkan berbagai tanda tanya tak berkesudahan, yang sekaligus membuat kajian akan hal ini menjadi layak untuk senantiasa digali dan dianalisa dari berbagai aspek, sebagai antisipasi ke depan untuk penanganan problema serupa. Disamping itu, letak Indonesia yang strategis, diapit dua benua dan dua samudera, membuatnya tak terhindarkan untuk menderita kasus-kasus sejenis. Dengan demikian, kajian yang berulang terhadap masalah ini, dengan analisa yang lebih tajam tentunya, juga merupakan upaya mengajak generasi penerus dalam memahami persoalan bangsanya.

Memang, bahwa Khawarij telah musnah bersama sejarah tidak disangsikan lagi.[2] Namun banyaknya fenomena aksi-aksi yang mendekati tindakan-tindakan khawarij, tentu tidak dapat dipandang sebelah mata. Siapa tahu, mereka-mereka ini merupakan gerakan-gerakan yang berkiblat pada cara-cara khawarij, sekalipun bukan khawarij an sich.

Banyak penulis telah mencatatkan pena analisanya dalam menyikapi, memberi atensi terhadap problem ini. Dari pelaku sendiri, misalnya, tercatat Ali Imron, dalam bukunya, Ali Imron Sang Pengebom. Dalam bukunya ini, Ali Imron membeberkan segala hal terkait tindakannya, dari A-Z. Mulai dari perjalanannya sebelum menjadi bagian kelompok radikal, pendidikan dalam kelompok, dan keyakinannya terhadap berbagai hal yang sekaligus merupakan keyakinan kelompoknya.

Tulisan berikutnya adalah karya Jam’ah Amin,[3]yang didalamnya dijelaskan berbagai hal yang terkait dengan fenomena terorisme, seperti Islam dan fenomena kekerasan, apakah Islam agama terorisme, contoh fenomena kekerasan, pelurusan makna jihad, ragam jihad dan tingkatan-tingkatannya, Islam dan perdamaian, serta definisi terorisme.

Harun Yahya, dalam Islam Denounces Terrorism[4] juga mengungkap beberapa hal, yaitu moralitas Islam sebagai sumber kedamaian dan keamanan, perang dalam al-Qur’an, jati diri para teroris yang beraksi atas nama agama, pandangan Islam tentang Ahlul Kitab, dan akar dari terorisme.

Sedangkan Abduh Zufidar Akaha dalam Siapa Teroris? Siapa Khawarij? Mencoba membantah tudingan sebagai teroris terhadap para mujahid.

Berangkat dari tulisan-tulisan tersebut, tim penulis kemudian mengangkat sebuah analisa dengan stressing pada tindakan-tindakan Ali Imron dan kawan-kawan yang dicap sebagai tindakan terorisme, guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul seputar sepak terjang Ali Imron dan kawan-kawan, apakah jihad atau terorisme, berdasarkan analisa pada ayat-ayat legitimasi jihad mereka dibawah judul “Antara Jihad dan Terorisme: Analisa Interpretasi Atas Ayat-Ayat Legitimasi Jihad”

Dalam tulisan ini, tim penulis bermaksud melihat ulang interpretasi Ali Imron dan kawan-kawan terhadap teks ayat tentang jihad.

Tim penulis mengangkat judul ini dengan menggunakan metode muqarran, yakni dengan membandingkan penafsiran dari beberapa mufassir terhadap beberapa ayat tertentu, untuk kemudian dikomparasikan dengan analisa umum, sehingga diharapkan diperoleh kesimpulan yang korelatif dan komprehensif.

Paham dan Ajaran

Pemahaman yang baik terhadap paham, ajaran, madzhab, dan segudang penamaan lainnya merupakan hal yang niscaya dalam upaya menelaah suatu kelompok, jam’iyyah, tarekat, dan lain sebagainya.

Berkaitan dengan hal ini, hal serupa juga kami lakukan dalam memahami aliran kelompok yang dianggap radikal, bahkan dianggap teroris. Jika dipetakan dalam poin-poin tertentu, maka berdasarkan penuturan Ali Imron dalam bukunya,[5] paham atau ajaran yang mereka yakini adalah sebagai berikut:

  1. Pada intinya, paham atau ajaran mereka adalah jihad (berdasarkan QS. Al-Shaf: 11 dan al-Furqan: 52)
  2. Jihad dalam keyakinan mereka adalah perang suci untuk menegakkan kalimah Allah, melindungi Islam, dan kaum muslim (QS. Al-Baqarah: 193)
  3. Jika Islam diperangi, maka diwajibkan untuk berperang (QS. Al-Baqarah: 190)
  4. Jika Islam tidak menjadi rahmat bagi alam semesta karena dihalangi musuh-musuh Allah, maka diatasi dengan perang (QS. Al-Hajj: 39)
  5. Jika dalam hati seorang muslim tidak pernah ada keinginan untuk jihad hingga dia mati, berarti dia munafik
  6. Seorang muslim yang mempelajari ilmu perang, kemudian melalaikannya, bararti dia bermaksiat (berdasarkan HR. Muslim dan Ibn Majah)
  7. Kaum muslim harus memiliki persiapan senjata manakala diperangi orang-orang kafir

Analisa Interpretasi

Membaca pada prinsipnya merupakan upaya pembaca (reader) memahami pengarang (author) melalui naskah (text), dalam hal ini adalah memahami Ali Imron melalui bukunya. Pembacaan tak bisa lepas dari horizon, baik horizon teks ataupun horizon pembaca. Berkaitan dengan hal ini, horizon kami, tim penulis sebagai pembaca terbentuk dari definisi terorisme yang kami terima dan opini-opini yang terbentuk seputar tindakan Ali Imron yang kami amini. Sedangkan horizon teks adalah kandungan dari teks itu sendiri. Dari proses antara kedua horizon inilah ditarik sebuah apropriasi yang kelak menjadi kesimpulan hasil pembacaan.

Didalam bukunya, Ali Imron memuat beberapa ayat lain selain yang kami cantumkan dalam tulisan ini, yaitu:

a. Al-Anfal: 46 (mengenai adab jihad)

b. Al-Baqarah: 217 (mengenai adab jihad)

c. Al-Anfal: 60 (persiapan jihad)

d. Al-A'raf: 116 (contoh terror)

e. Al-Hadid: 25 (manfaat senjata)

f. Al-Nisa`: 79 (akibat perbuatan)

g. Al-Taubah: 123 (memerangi kafir secara bertahap)

h. Al-Hasyr: 6-7 (tentang harta fai')

Ayat-ayat yang tercantum dalam tulisan kami, kami pilih karena kami anggap mewakili maksud kami dalam menguak fenomena Ali Imron dan kawan-kawan dalam kaitannya dengan terror dan jihad.

Sedangkan beberapa tafsir pembanding kami pilih dengan alasan; tafsir al-Mizan karya Thaba' Thaba'I dipilih karena tafsir ini identik dengan Syi'ah, sedangkan Syi'ah dalam roda perjalanan sejarah berkonfrontasi dengan Khawarij, dan Khawarij menjadi cap bagi orang atau kelompok seperti gerakan Ali Imron, sebagaimana tertuang dalam situs-situs terkait jihad dan terrorisme; dan tafsir fi Zhilal al-Qur'an karya Sayyid Quthb dipilih karena dalam beberapa situs terkait, dicap sebagai tafsir dan bacaan Khawarij, bahkan penulisnya, dicap sebagai tokoh Khawarij yang menimbulkan kerusakan. Sehingga kemudian, tim penulis juga bertujuan untuk mengklarifikasi cap-cap tersebut dengan langsung melakukan penelaahan terhadap karya tafsir dimaksud, untuk kemudian menyampaikan hasil penelaahan ini kepada public, sekaligus sebagai bentuk kesadaran moral.

A. Teks dan Terjemah[6]


A.1. QS. Al-Shaf: 11

“(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

A.2. QS. Al-Furqan: 52

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar.

A.3. QS. Al-Baqarah: 190

( Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah

kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

A.4. QS. Al-Baqarah: 193

ö“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”

A.5. QS. Al-Hajj: 39

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,”

B. Interpretasi Ayat-ayat Jihad Menurut Ali Imron dan Kawan-Kawan

Jihad dalam pandangan dan keyakinan Ali Imron dan Kawan-Kawan secara bahasa berarti bersungguh-sungguh atau mengerahkan segala kemampuan. Sedangkan secara istilah berarti perang untuk menolong agama Allah atau menyeru ke agama yang benar, dan memerangi segala pihak yang menolak seruan tersebut dengan harta dan jiwa. Penyebutan kata jihad, terutama yang disambung dengan kata fi sabilillah atau fi sabilihi hampir dipastikan bermakna perang (al-Shaf: 11), sekalipun ada juga maksud lain, seperti dinyatakan dalam QS. Al-Furqan: 52, didukung dengan pernyataan beberapa hadis bahwa selain perang yang dimaksud adalah haji mabrur (HR. Bukhari), haji dan umrah (HR. Ahmad dan Nasa’i), dan menyampaikan kebenaran atas penguasa zhalim (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Berkenaan dengan QS. Al-Baqarah: 193, Ali Imron dan Kawan-Kawan memiliki keyakinan bahwa sesuai ayat, perang merupakan sarana untuk menghapus fitnah, termasuk didalamnya adalah upaya menghalang-halangi Islam oleh pihak manapun. Akan tetapi karena Amerika merupakan negara Super Power setelah hancurnya Rusia, maka Amerika dipandang sebagai biang, baik damai atau sebaliknya, dan fitnah dimaksud adalah Amerika dalam pandangan mereka.

Pada dasarnya, penafsiran kelompok ini atas QS. Al-Baqarah: 190 relatif sama dengan sunni. Namun kemudian dalam lingkup pemahaman ”melampaui batas”, mereka mengesampingkan larangan pelibatan anak-anak, lanjut usia, dan larangan lain dalam berjihad dengan alasan menegakkan kalimat Allah dan menghancurkan musuh Islam.

Dalam interpretasi Ali Imron dan kawan-kawan terhadap QS. Al-Hajj: 39, Islam terhalangi oleh pihak-pihak tertentu untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Hal ini terbukti dengan tetap terjajah dan tertindasnya Palestina oleh Israel. Sehingga bagi mereka patutlah untuk melakukan tindakan balasan dalam rangka mewujudkan kembali Islam sebagai rahmat bagi alam semesta dan perlindungan bagi kaum muslim, yang kemudian dengan tindakan balasan yang ditujukan pada Amerika Serikat dalam beberapa aksi mereka.

C. Analisa Interpretatif

Interpretasi Syi'ah terhadap QS. Al-Baqarah: 190, pressure point nya lebih kepada bahwa yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah bahwa tujuan dari qital tersebut adalah untuk menegakkan agama dan meninggikan kalimat tauhid. Sehingga, hal tersebut merupakan ibadah yang hanya karena Allah, tanpa adanya tujuan menguasai harta benda musuh, dan justeru merupakan pembelaan yang sekaligus memelihara hak kemanusiaan yang disyariatkan secara fitrah. Dengan demikian Syi'ah tidak menghendaki praktik yang melampaui batas, seperti memerangi tanpa mengajak terlebih dahulu pada yang haq, memulai perang, apalagi sampai membunuh wanita dan anak-anak, dan berperang tanpa batas waktu, serta hal-hal lain yang dijelaskan hadis nabi.[7]

Menurut Sayyid Quthb, ayat ini menunjukkan bahwa perang semata-mata karena Allah, bukan karena kehormatan dan kedudukan, rampasan perang, merebut pasar dan bahan-bahan mentah, bukan pula untuk mengutamakan satu golongan atas golongan yang lain. Selain itu, perang yang disyariatkan dalam hukum Islam adalah ditujukan untuk menjunjung tinggi agama Allah, memantapkan manhaj-Nya dalam kehidupan, serta melindungi kaum mukmin dari orang-orang yang memfitnahnya agar murtad dari agamanya. Dengan demikian, selain tujuan-tujuan tersebut, tidak dibenarkan dan tidak akan mendapat pahala dan status yang baik di sisi Allah. Sedangkan melampaui batas dalam interpretasi beliau adalah melampaui batasnya kedua belah pihak yang berperang kepada orang-orang yang hidup aman dan damai, sehingga menimbulkan bahaya terhadap dakwah dan kaum muslim, baik wanita, anak-anak, dan para ahli ibadah (dari pengikut agama apapun). Bisa juga yang dimaksud adalah melampaui batas adab perang yang disyariatkan Islam yang bercita-cita menghapus kebrutalan perang jahiliyah, baik dulu atau sekarang.[8]

Mempertegas interpretasi mereka terhadap ayat sebelumnya, pada ayat 193 Syi'ah menyatakan bahwa opsi perang tak dapat terjadi sebelum ajakan pada yang haq ditempuh. Term fitnah menurut mereka interpretasinya adalah syirik, seperti penyembahan terhadap berhala. Ayat ini yang memiliki kaitan erat dengan QS. Al-Anfal: 40, menunjukkan atas kewajiban berdakwah sebelum opsi perang. Kemudian menjadi jelas bahwa ayat 193 ini tidak dimansukh oleh al-Taubah: 30, karena pada dasarnya, ahlul kitab tidak termasuk dalam term fitnah sebab mereka tergolong menetapi ketauhidan, hanya saja mereka bisa dilindungi dalam panji Islam dengan konsekuensi jizyah atau pajak.[9]

Terhadap ayat 193, Sayyid Quthb menyatakan bahwa jihad berlaku hingga kiamat nanti, selagi kezaliman masih terjadi, kezaliman yang menghalangi manusia dari agama Allah. Musuh, menurut beliau adalah orang-orang yang memfitnah orang mukmin dari agamanya, dan orang yang menyakiti muslimin disebabkan keislamannya. Orang-orang seperti ini harus dibunuh dan diperangi dimanapun mereka berada, demi mewujudkan prinsip agung yang dibuat Islam, sehingga terjadilah kelahiran baru bagi manusia. [10]

Jika diperhatikan, interpretasi Ali Imron dan kawan-kawan terhadap QS. al-Shaf: 11 lebih cenderung pada pengertian perang. Padahal, dalam firqah lain seperti Syi’ah, interpretasi semacam itu tidak muncul, baik secara substansial ataupun universal.

Bagi pengikut Syi’ah, secara substansial, ayat ini menggandengkan persoalan iman dan jihad dengan catatan penting, bahwa iman dan jihad lebih baik untuk ditempuh jika pelakunya adalah orang yang berpengetahuan luas (ahl al-’ilm) dan ahli fiqh. Konsekuensinya, jika pelakunya adalah orang-orang yang bodoh, maka amal perbuatannya menjadi sia-sia belaka. Sedangkan secara universal, ayat ini menegaskan bahwa iman pada Allah tidak bisa dipisahkan dari iman terhadap rasul-Nya. Hal tersebut dipertegas dalam QS. Al-Nisa`:151.[11]

QS. Al-Shaf: 11, mengandung pentingnya iman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan juga soal kepemimpinan, dimana seorang pemimpin rela berkorban dengan harta dan jiwanya. Sedangkan kebaikan perbuatannya hanya dapat diketahui melalui ilmu hakikat.[12]

Berkaitan dengan QS. Al-Furqan: 52, tidak keliru jika diopinikan bahwa berjihad juga bisa dengan qur’an. Syi’ah lebih jauh menyatakan bahwa yang dikehendaki adalah bukan sekedar pembacaan qur’an semata, lebih dari itu, bahkan menjelaskan hakikat kebenaran qur’an, dan menyempurnakan hujjah-hujjah atas musuh.

Sehingga jihad dalam ujud lain terealisasi, yakni berjuang mengerahkan segala kemampuan demi mengalahkan musuh dengan trik mempedomani risalah ilahiyyah menyibak tirai kebodohan dan keterlenaan dari hati manusia.[13]

Interpretasi pada ayat ini dalam pandangan Sayyid Quthb, pada prinsipnya adalah berjihad dengan al-Qur'an berarti berjihad dengan sesuatu yang tidak dapat dilawan oleh manusia, juga tak bisa ditahan oleh perdebatan dan silat lidah, karena al-Qur'an begitu menggoncangkan, sebagaimana tersebut dalam beberapa riwayat.[14]

Menyikapi QS. Al-Hajj: 39, konsistensi Syi’ah tetap terjaga dengan bukti bahwa izin untuk berperang menurut mereka hanya diberikan jika yang dizhalimi adalah orang-orang mukmin. Atau bisa juga dizhalimi dalam kriteria diusir dari negerinya sendiri tanpa haq.[15]

terhadap ayat ini, tafsiran Sayyid Quthb kurang lebih sama dengan Thaba' Thaba'i.[16]

D. Analisa Umum

Jihad yang diartikan oleh Ali Imron dan kawan-kawan sebagai perang, jelas mengesampingkan makna-makna lain. Jihad dalam pengertian ini, hanya boleh ditempuh melalui beberapa tahapan, sehingga kesan Islam menegakkan agama dibawah hunusan pedang atau senjata lain bisa dihilangkan. Jihad yang mereka terapkan merupakan jihad ofensif, sedangkan dalam konteks Islam, jihad semata-mata adalah tindakan defensif (pembelaan diri).

Pemahaman mereka mengenai term "melampaui batas" patut disayangkan. Karena dengan alasan jihad menegakkan kalimat Allah mereka membiarkan darah tertumpah dari golongan-golongan yang semestinya dijaga dan dilindungi,[17] kecuali karena beberapa alasan, boleh diperangi dan dibunuh. Beberapa alasan tersebut seperti anak-anak, wanita atau orang tua tersebut menjadi bagian pasukan perang yang dipersenjatai, menjadi telik sandi, dan menjadi pengobar semangat. Hal ini, jelas bertentangan dengan esensi jihad sendiri dalam rangka membela hak kemanusiaan, sebagaimana tertuang dalam beberapa kitab tafsir.

Jika ditelaah, interpretasi mereka terhadap QS. Al-Baqarah: 193, sebenarnya relatif sama dengan tafsir-tafsir yang ada, hanya saja terdapat perbedaan mendasar dalam aplikasinya. Pada kenyataannya, diketahui bahwa mereka tidak menempuh upaya-upaya mengajak kepada yang haq, sebelum memutuskan memerangi, disinilah kentara kesan terburu-buru yang pada akhirnya mendatangkan kemudlaratan, tidak saja bagi mereka, namun bagi seluruh muslimin, dan orang-orang yang mereka klaim sebagai musuh. Suatu hal yang semestinya dihindari ketika terjadi qital yang sesuai dengan syariat.

Menurut beberapa mufassir, boleh mengangkat senjata untuk berperang, diantaranya karena mukmin yang dizhalimi, atau terusir dari negara sendiri tanpa haq, maka yang justeru menjadi pertanyaan adalah apakah mereka masuk dalam kriteria ini?

Beberapa penyelewengan terjadi dalam aksi Ali Imron dan kawan-kawan,[18] antara lain:

Pertama, menyebabkan lenyapnya nyawa muslim, dan berfirman (yang artinya): Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di mukabumi.[Al-Maidah:32]

Kedua, membunuh Mu'ahad, diantara mereka adalah para wisatawan asing .
Dari Abdullah bin ‘Amr bn Al-Ash dari Nabi shallallahu`alaihi wa sallam ia bersabda (yang artinya): ”Barangsiapa yang membunuh Mu’ahad maka ia tidak mendapatkan bau surga padahal baunya dapat dicium dari jarak perjalanan 40 tahun” [HR Al-Bukhori dan Ibnu Majah]

Ketiga, dengan terornya, menimbulkan kerusakan di muka bumi, Allah berfirman: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka berolehsiksaanyangbesar[Al-Maidah]

Penutup

Seorang pakar menyatakan bahwa sesungguhnya sebuah tindakan jihad dapat berubah tergolong terorisme atau tidak bergantung pada justifikasi moral jihad itu, serta kesesuaian atau ketidaksesuaiannya aspek-aspek lain ajaran Islam.[19]

Melalui analisa yang kami lakukan, kami membuktikan bahwa sesungguhnya apa yang diyakini orang-orang seperti Ali Imron, Imam Samudera, dan kawan-kawan sebagai perjuangan jihad, ternyata mengalami pergeseran dan berubah menjadi tindakan terorisme. Hal itu disebabkan karena mereka kehilangan justifikasi moral atas tindakan jihad mereka serta kesesuaian dengan ajaran Islam, dan ini terbukti dari pengelewengan-penyelewengan yang terjadi. Gerakan-gerakan semacam ini juga bukan khawarij, namun merupakan Islam radikal yang belakangan marak sebagaimana didengung-dengungkan pemikir radikal seperti Abd.Salam Faraj.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa ayat-ayat yang mereka yakini sebagai legitimasi jihad, mengalami degradasi interpretasi dan kerusakan aplikasi sehingga bertentangan dengan syariat. Disamping itu, hal ini juga mengindikasikan bahwa ayat-ayat tersebut semata-mata mereka gunakan sebagai pengukuh atau legitimasi aliran atau paham yang mereka yakini.


DAFTAR PUSTAKA

M. Rasyidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989

Jam’ah Amin, Qadiyyah al-Irhab: al-Ru`yah wa al-‘Ilaj, Penerjemah Fadhli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 1421 H

Harun Yahya, Islam Denounces Terrorism, Penerjemah S. Agung Wibowo ,Jakarta: Iqra Insan Press, 2003

Ali Imron, Ali Imron Sang Pengebom, Jakarta: Penerbit Republika, 2007

Muhammad Husain Thaba' Thaba'I, al-Mizan, Mujallid 1, Qum: Mansyurat Jama'ah al-Mudarrisin fi al-Hauzah al-'Ilmiyyah,t.t.

Sayyid Quthb, fi Zhilal al-Quran, Juz 18, Beirut: Dar al-Fikr

Mark Juergensmeyer, Teror Atas Nama Tuhan; Kebangkitan Global Kekerasan Agama, Jakarta: Nizam Press, 2002

Qomar ZA, Jangan Gampang Memvonis Mati Syahid, www.darussalaf.org

Endnote



[1] Tiga hal tersebut adalah: 1) Adanya orang-orang yang radikal di Indonesia, dan umumnya di Asia Tenggara; 2) Anggapan skeptis bahwa tragedy ini didalangi Barat, terbantah; 3) Keengganan tokoh muslim mengakui keberadaan kelompok radikal ini, dikhawatirkan justeru memberi sinyalemen restu atas tindakan terorisme semacam ini, lihat Merespon dan Menyikapi Pengakuan Ali Imron, pengantar Azra dalam Ali Imron, Ali Imron Sang Pengebom, (Jakarta: Penerbit Republika, 2007)

[2] Lihat M. Rasyidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989), h. 105-106, lihat juga Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 34

[3] Jam’ah Amin, Qadiyyah al-Irhab: al-Ru`yah wa al-‘Ilaj, Penerjemah Fadhli Bahri, Lc. (Jakarta: Darul Falah, 1421 H)

[4] Harun Yahya, Islam Denounces Terrorism, Penerjemah S. Agung Wibowo (Jakarta: Iqra Insan Press, 2003)

[5] Imron, Ali Imron Sang Pengebom (Jakarta: Penerbit Republika, 2007), h. 35-40

[6] Teks ayat dan terjemah dalam makalah ini dikutip dari al-Qur’an digital yang disesuaikan dengan al-Qur’an terjemah Departemen Agama.

[7] Muhammad Husain Thaba' Thaba'I, al-Mizan, Mujallid 1, (Qum: Mansyurat Jama'ah al-Mudarrisin fi al-Hauzah al-'Ilmiyyah), h. 61.

[8] Sayyid Quthb, fi Zhilal al-Quran, Juz 18, (Beirut: Dar al-Fikr), h. 94-99.

[9] Thaba' Thaba'I, al-Mizan, h. 62-63.

[10] Quthb, fi Zhilal, Juz 1, h. 102-103.

[11] Thaba Thaba’I, al-Mizan, Mujallid 19, h. 269.

[12] Quthb, fi Zhilal, Juz 28, h. 87.

[13] Thaba Thaba’I, al-Mizan, Mujallid 15, h. 227.

[14] Quthb, fi Zhilal, Juz 18, h. 46.

[15]Thaba' Thaba'I, al-Mizan, Mujallid 14, h. 385-386.

[16] Quthb, fi Zhilal, Juz 13, h. 96-99.

[17] Keyakinan mereka ini, sepertinya terpengaruh tulisan-tulisan muslim radikal semacam Abd. Salam Faraj yang menyatakan jihad adalah perang yang identik dengan konfrontasi dan darah, berbagai cara boleh ditempuh, lihat Mark Juergensmeyer, Teror Atas Nama Tuhan; Kebangkitan Global Kekerasan Agama (Jakarta: Nizam Press, 2002), h. 108.

[18] Qomar ZA, Jangan Gampang Memvonis Mati Syahid (www.darussalaf.org)

[19] Merespon dan Menyikapi Pengakuan Ali Imron, pengantar Azra dalam Ali Imron, Ali Imron Sang Pengebom

1 komentar:

3sd mengatakan...

terima kasih :)

Posting Komentar